Nampan Berbahan Bulu Ayam, Emangnya Bisa? Yuk Simak Ulasannya

Darling Sampah
Berita Darling
Darling Fauna
Darling Inspirasi
Nampan Berbahan Bulu Ayam, Emangnya Bisa? Yuk Simak Ulasannya
12 Aug 2022

Para ilmuwan di Singapura berhasil membuat nampan yang ramah lingkungan berbahan bulu ayam. Melansir Mothership pada Rabu, 6 Juli 2022 Inovasi itu disebut solusi lebih murah untuk membuat daging budidaya menggunakan limbah biologis dari peternakan unggas.

Riset tersebut dikembangkan oleh Universitas Teknologi Nanyang (NTU) dan produsen unggas Leong Hup Singapura.

Bulu ayam dianggap sebagai limbah dan dikubur di tempat pembuangan sampah atau dibakar, yang mana hal itu berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca. 

Bulu ayam tadi dicuci, dikeringkan, dan dipotong dulu sebelum digabungkan dengan sejenis resin untuk membuat nampan tersebut karena mengandung keratin, sejenis protein yang juga ditemukan pada rambut dan kuku manusia.

Tak seperti nampan plastik yang biasanya dibuat menggunakan polimer sintetis yang berasal dari minyak bumi, bulu lebih ramah lingkungan berarti produk tersebut dapat terurai secara alami.

Diklaim bahwa material ini lebih tahan lama dan sama fleksibelnya dengan polimer sintetik, serta dapat menahan beban dua kali lipat. Selain itu, menjadi media kultur yang dapat digunakan untuk menumbuhkan daging berbasis sel.

Limbah biologis yang digunakan (darah dan tulang unggas) padat akan bahan organik dan memiliki konsentrasi faktor pertumbuhan dan nutrisi lain yang tinggi.

Rencana Meningkatkan Produksi

Menurut The Straits Times, berencana untuk meningkatkan produksi nampan keratin tersebut. Setelah dianggap layak secara komersial, perusahaan pengolahan unggas bermaksud mengajukan permohonan ke Badan Pangan Singapura agar bahan disertifikasi aman untuk makanan.

Hal Ini Bukan Kali Pertama

Terkait media kultur yang baru dikembangkan, NTU telah menerima minat dari berbagai perusahaan protein alternatif untuk mengkomersialkan penggunaan produk.

Sebelumnya, sebuah laboratorium di Singapura juga telah berusaha mereplikasi beragam makanan Asia, mulai dari sate ayam hingga rendang daging. 

Namun, peneliti di laboratorium itu justru membuat versi imitasinya berbasis tanaman selain daging.

Melansir AFP, pembuatan beragam makanan imitasi tersebut merespons meningkatnya minat warga di kawasan Asia Tenggara atas makanan yang berkelanjutan yang melibatkan ahli aroma dan peneliti makanan dalam proyek tersebut.

Permintaan makanan berkelanjutan di Asia juga meningkat seiring kesadaran tentang pola makan sehat dan kepedulian terhadap dampak lingkungan dari konsumsi daging saat ini.***

Penulis : GLG