Sampah Sungai Ciliwung Dikompos

Darling Sampah
Sampah Sungai Ciliwung Dikompos
27 Apr 2024

Sampah yang ada di sungai-sungai Indonesia masih menjadi masalah serius yang harus diselesaikan bersama. Berbagai upaya terus dilakukan demi mencegah dan mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Untuk itu, kesadaran masyarakat akan pentingnya ekosistem dan kebersihan sungai juga perlu ditingkatkan.

Beberapa waktu lalu, sejumlah alat berat berupa exscavator sedang sibuk beroperasi mengangkat sampah yang berserakan dari badan air sungai ke lokasi datar dan terbuka di tempat penyaringan sampah Sungai Ciliwung di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan.

Koordinator Saringan Sampah TB Simatupang atau Proyek Treatmen Sungai Ciliwung, Adhitya Oktaberry, mengatakan, untuk mengarahkan sampah ke segmen sungai atau tempat penyaringan ini ada dua ponton yang disiapkan. “Fungsinya untuk menghindari efek bendung yang diakibatkan oleh sampah yang tertahan di badan air,” kata Adhitya dikutip dari Mongabay.co.id.

Dari lokasi datar dan terbuka, dengan menggunakan mesin berat lainnya, sampah-sampah tersebut kemudian ditumpuk di lokasi implasemen sampah sementara. Kemudian, sampah-sampah yang menumpuk itu kemudian dicacah menggunakan mesin-mesin besar. Pertama, sampah dihancurkan dengan menggunakan mesin jenis conveyor menjadi ukuran sekitar 5-20 sentimeter. Kedua, sampah dihancurkan menjadi ukuran lebih kurang 3-5 sentimeter.

Lebih lanjut Adhitya menuturkan, saat masa sibuk, sampah yang diolah bisa mencapai 400-700 ton. Dalam seharinya pengelolaan bisa mencapai 100 ton. Pada Februari 2024 lalu, sampah yang masuk jumlahnya mencapai 1.412,88 ton. Sampah yang sudah di cacah jumlahnya 421,87 ton. Dikonversi menjadi RDF 218,17 ton, serta menjadi pupuk kompos 203,17 ton.

Dalam kesempatan yang sama, Pengendali Khusus Saringan Sampah TB Simatupang juga petugas dari Unit Penanganan Sampah Badan Air, Dinas Lingkungan hidup DKI Jakarta, Misar, mengungkapkan bahwa sampah-sampah yang dicacah tersebut berasal dari hulu Ciliwung yang berasal dari Depok dan Bogor.

Sampah tersebut, kata dia, harus dipilah karena akan diolah menjadi pupuk kompos setengah jadi dan juga bahan alternatif untuk menghasilkan bahan bakar (refuse derived fuel/RDF) atau bahan baku yang mempunyai kualitas yang konsisten.

“Kompos yang kita produksi ini masih dalam bentuk mentah. Karena masih baru pencacahan. Seharusnya di proses terlebih dahulu. Ada penambahan beberapa bahan lagi baru bisa kita gunakan untuk tanaman,”katanya.

Meskipun saat ini kompos tersebut masih dalam keadaan mentah, Namun antusias masyarakat meminta kompos tersebut sudah banyak, setiap harinya selalu ada. “Kami sampai keteteran melayani,” ungkapnya.

Selain warga, petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) kerapkali mengambil kompos yang sebagian besar dihasilkan dari kayu dan bambu ini untuk penghijauan di tepi-tepi jalan maupun di kelurahan Jakarta. “Setiap kali ada yang meminta, saya selalu menyarankan agar kompos setengah jadi itu terlebih dulu di jemur sebelum digunakan untuk menanam,” imbuhnya.

Penulis : BT